aku adalah prasangka hambaku
Dan, apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran."-QS. Al Baqarah : 186
Wahaihambaku semua kalian adalah sesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kalian hidayah. Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian
Berprasangka baik kepada Allah adalah hal yang mutlak, Karena kebaikan dunia akhirat manusia serta keburukan yang akan dialaminya itu ditentukan oleh diturunkan anugerah atau ditahannya anugerah tersebut oleh Allah Sang Pencipta. “Aku sesuai dengan prsangka Hambaku kepada Ku”, begitu makna firman Allah didalam Hadits Qudsi.
Aku (Allah) menuruti prasangka hambaku terhadapku. Maka silahkan untuk berprasangka sesuai apa yang dikehendaki” Laki- laki yang menemukan aku adalah pimpinan semua preman di tempat itu. Seolah tak lagi aku mengenal adanya Tuhan dalam hidupku. Yang aku miliki sekarang hanya rasa persahabatan dan kenikmatan surga dunia.
Hatihatilah terhadap prasangka. Sesungguhnya prasangka adalah omongan paling dusta. (HR. Bukhari) Aku memegang hati-hati raja di dalam tangan-Ku. Sesungguhnya apabila hambaKu mentaati-Ku, Aku akan menukar hati raja-raja menjadi kasihan belas serta sayang ke atas mereka. Bila orang ramai (rakyat) mengingkari-Ku, Aku akan mengarahkan
DariAbu Hurairah ra., ia berkata : Nabi saw. bersabda : “Allah Ta’ala berfirman : “Aku menurut sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya apabila ia ingat kepadaKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam dirinya maka Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam kelompok orang-orang yang lebih baik dari kelompok mereka.
Akuakan meringkas 600 ribu kalimat itu dalam enam kalimat. 1. Jika engkau melihat manusia berlomba-lomba mengerjakan yang bukan kewajiban. mereka, maka sibukkanlah dirimu dengan menyempurnakan kewajibanmu. 2.Jika engkau melihat manusia berlomba-lomba dalam urusan dunia,maka sibukkanlah. dirimu dengan urusan akhirat.
DariAbu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku.
. يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA. Matan Firman Allah ﷻ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ “Mereka berprasangka yang tidak benar terhadap Allah ﷻ, seperti sangkaan jahiliyah, mereka berkata “apakah ada bagi kita sesuatu hak campur tangan dalam urusan ini, katakanlah “sungguh urusan itu seluruhnya di Tangan Allah.” QS. Ali Imran 154. وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ الظَّانِّينَ بِاللَّهِ ظَنَّ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلَعَنَهُمْ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا “Dan supaya dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan orang-orang munafik perempuan, dan orang-orang Musyrik laki laki dan orang-orang musyrik perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah, mereka akan mendapat giliran keburukan yang amat buruk, dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahannam. Dan neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat kembali.” QS. Al Fath 6. Ibnul Qayyim dalam menafsirkan ayat yang pertama mengatakan “Prasangka di sini maksudnya adalah bahwa Allah ﷻ tidak akan memberikan pertolonganNya kemenangan kepada Rasul-Nya, dan bahwa agama yang beliau bawa akan lenyap.” Dan ditafsirkan pula “Bahwa apa yang menimpa beliau bukanlah dengan takdir ketentuan dan hikmah kebijaksanaan Allah.” Jadi prasangka di sini ditafsirkan dengan tiga penafsiran Pertama mengingkari adanya hikmah Allah. Kedua mengingkari takdir-Nya. Ketiga mengingkari bahwa agama yang dibawa Rasulullah akan disempurnakan dan dimenangkan Allah atas semua agama. Inilah prasangka buruk yang dilakukan oleh orang-orang munafik dan orang-orang musyrik yang terdapat dalam surat Al-Fath. Perbuatan ini disebut dengan prasangka buruk, karena prasangka yang demikian tidak layak untuk Allah ﷻ, tidak patut terhadap keagungan dan kebesaran Allah ﷻ, tidak sesuai dengan kebijaksanaanNya, PujiNya, dan janjiNya yang pasti benar. Oleh karena itu, barangsiapa yang berprasangka bahwa Allah ﷻ akan memenangkan kebatilan atas kebenaran, disertai dengan lenyapnya kebenaran; atau berprasangka bahwa apa yang terjadi ini bukan karena Qadha dan takdir Allah; atau mengingkari adanya suatu hikmah yang besar sekali dalam takdir-Nya, yang dengan hikmah-Nya Allah berhak untuk dipuji; bahkan mengira bahwa yang terjadi hanya sekedar kehendak-Nya saja tanpa ada hikmah-Nya, maka inilah prasangka orang orang kafir, yang mana bagi mereka inilah Neraka “Wail”. Dan kebanyakan manusia melakukan prasangka buruk kepada Allah ﷻ, baik dalam hal yang berkenaan dengan diri mereka sendiri, ataupun dalam hal yang berkenaan dengan orang lain, bahkan tidak ada orang yang selamat dari prasangka buruk ini, kecuali orang yang benar-benar mengenal Allah, Asma dan sifat-Nya, dan mengenal kepastian adanya hikmah dan keharusan adanya puji bagi-Nya sebagai konsekwensinya. Maka orang yang berakal dan yang cinta kepada dirinya sendiri, hendaklah memperhatikan masalah ini, dan bertaubatlah kepada Allah, serta memohon maghfirah-Nya atas prasangka buruk yang dilakukannya terhadap Allah ﷻ. Apabila anda selidiki, siapapun orangnya pasti akan anda dapati pada dirinya sikap menyangkal dan mencemoohkan takdir Allah, dengan mengatakan hal tersebut semestinya begini dan begitu, ada yang sedikit sangkalannya dan ada juga yang banyak. Dan silahkan periksalah diri anda sendiri, apakah anda bebas dari sikap tersebut? فَإَنْ تَنْجُ مِنْهَا تَنْجُ مِنْ ذِيْ عَظِيْمَةٍ وَإْلاَّ فَإِنِّيْ لاَ إِخَالَكَ نَاجِيًا “Jika anda selamat selamat dari sikap tersebut, maka anda selamat dari malapetaka yang besar, jika tidak, sungguh aku kira anda tidak akan selamat.” Syarah Pada dua ayat di atas yaitu surat Al-Imron ayat 154 dan surat Al-fath ayat 6 Allah ﷻ menyebutkan tiga penamaan prasangka buruk terhadap Allah ﷻ. Pertama prasangka yang tidak benar, Kedua prasangka jahiliyah, Ketiga prasangka buruk. Ketiga penamaan ini memiliki makna yang sama yaitu berprasangka kepada Allah dengan persangkaan yang tidak pantas dengan Maha sempurnanya Allah ﷻ. Hal ini dilarang oleh syari’at, kita tidak boleh berperasangka buruk kepada Allah ﷻ dalam segala hal. Dan merupakan bagian dari ibadah adalah berprasangka baik kepada Allah ﷻ. Pada ayat pertama Allah ﷻ mengatakan bahwa orang munafik berprasangka kepada Allah ﷻ dengan prasangka yang tidak benar. Mereka mengatakan “apakah kami tidak memiliki pengaturan sedikitpun”, maksudnya jika mereka kaum munafiq yang mengatur peperangan, maka kaum muslimin tidak akan kalah dalam peperangan perang uhud. Maka Allah ﷻ menjawab mereka dengan mengatakan bahwa semua keputusan ada di tangan Allah ﷻ. Ibnul Qayyim rahimahullah ketika menjelaskan tentang berprasangka buruk kepada Allah ﷻ beliau menjelaskan dengan penjelasan yang sangat panjang yang di nukil oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitab tauhid secara singkat. Ibnul Qayyim menjelaskan penjelasan tersebut dalam kitabnya Zaadul ma’aad ketika menyebutkan tentang faedah-faedah dari perang uhud.[1] Beliau menyebutkan contoh-contoh dari berprasangka buruk kepada Allah ﷻ yang tidak pantas bagi kita untuk melakukan hal-hal tersebut. Kunci agar seseorang tidak berprasangka buruk kepada Allah ﷻ adalah ia harus meyakini akan Maha sempurnanya Allah ﷻ yaitu Allah ﷻ Maha melihat, Maha mengetahui, Maha mendengar, dan yang lainnya. Dan di antara kesempurnaan Allah ﷻ yang sangat penting untuk diyakini adalah Allah ﷻ Maha hikmah atau bijak. Di dalam Al-Qur’an Allah ﷻ banyak menyebutkan وَهُوَ العَزِيْزُ الحَكِيْمُ “Dan Dia Yang Maha perkasa dan Maha bijaksana”[2] Di antara nama-nama Allah ﷻ adalah الحَكِيْمُ yaitu yang Maha bijak. Tidak mungkin Allah ﷻ menakdirkan sesuatu dalam alam semesta tanpa perhitungan dan tanpa mengetahui tujuan, karena Allah adalah Maha Bijak [3] . Seseorang jika telah meyakini hal ini, maka tidak mungkin ia akan berprasangka buruk kepada Allah ﷻ, sebab ia tahu bahwa Allah ﷻ akan meletakkan sesuatu pada tempatnya. Allah Maha adil dan Maha bijak, jika Allah ﷻ melakukan sesuatu pasti Allah lakukan yang terbaik dan terbenar sebab Allah ﷻ yang mengetahui segalanya. Terkadang jika terjadi suatu peristiwa kita tidak mengetahui apa hikmah dari peristiwa tersebut. Akan tetapi tetap kita harus meyakini bahwa pasti ada hikmah dibalik peristiwa tersebut, sebab Allah ﷻ adalah Maha bijak, Allah ﷻ memiliki hikmah-hikmah yang tinggi dan sempurna. Oleh karenanya jika kita tidak mengetahui hikmah dari suatu peristiwa, maka kita tidak boleh berprasangka buruk kepada Allah ﷻ, karena banyak hal yang kita tidak mengerti, sebab ilmu kita tidak sampai kepada ilmu Allah ﷻ. Contoh logika yang dapat memberikan pendekatan pemahaman terhadap perbedaan ilmu Allah ﷻ dan ilmu Makhluk. Seorang ayah yang ingin menyunati anaknya yang masih berusia empat tahun, ia akan kesulitan memberikan penjelasan kepada anaknya agar mau di sunat. Jika si ayah menjelaskan kepada anaknya tujuan dan hikmah dari sunat secara ilmiah bahwa sunat itu untuk kesehatan, kemudian sunat itu adalah syari’at islam dan yang lainnya, maka yang terjadi adalah si anak tidak akan mengerti penjelasan tersebut, sebab otak anak belum bisa atau belum sampai untuk bisa memahami hal tersebut. Maka cukup bagi si ayah menjelaskan dengan penjelasan yang sesuai dengan pemahaman anak, misalkan mengatakan kepada si anak, “jika kamu sunat, maka ayah akan memberikan kamu hadiah”. Maka anak akan paham, dan akan menerima untuk di sunat. Contoh lainnya. Seseorang jika berobat kepada seorang dokter, maka di akhir pemeriksaan ia akan diberikan resep obat oleh dokter yang terkadang tanpa memberikan penjelasan secara detail dari fungsi obat-obat tersebut. Akan tetapi orang tersebut akan tetap menuruti dengan menebus obat-obat tersebut kemudian mengkonsumsinya tanpa memahami dengan jelas fungsi dari obat-obat tersebut. Mengapa demikian? Karena orang ini telah meyakini bahwasanya dokter adalah orang yang pakar dalam bidangnya sehingga ia tidak perlu lagi untuk bertanya tentang fungsi-fungsi dari obat tersebut, bila dijelaskan pun bisa jadi orang ini tidak memahami penjelasan tersebut, sebab otak orang ini tidak bisa atau tidak sampai untuk memahami hal tersebut. Oleh karenanya jika Allah ﷻ menakdirkan banyak hal, maka kita tidak boleh berprasangka buruk kepada Allah ﷻ. Bentuk-bentuk berprasangka buruk kepada Allah ﷻ Disini penulis ingin menyebutkan beberapa contoh dari sikap berprasangka buruk kepada Allah ﷻ yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad. Sebenarnya butuh penjelasan yang lebar untuk menjelaskan contoh-contoh ini, sebab Ibnul Qayyim ketika menjelaskan berprasangka buruk kepada Allah ﷻ, ia membantah seluruh firqah-firqah sesat dari ahlul bid’ah. Akan tetapi disini penulis hanya menyebutkan contoh-contoh tersebut secara ringkas. Berikut adalah beberapa contoh dari sikap berprasangka buruk kepada Allah yang disebutkan Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad.[4] Menyangka bahwasanya Rasulullah dan kaum muslimin akan kalah. Islam akan sirna Kesyirikan akan unggul selama-lamanya Terkadang Allah ﷻ menakdirkan kaum muslimin dalam kekalahan dan penderitaan. Akan tetapi semua takdir ini ada hikmahnya. Pada saatnya nanti kaum muslimin akan jaya, tauhid akan tersebar, maka tidak boleh kita berprasangka buruk kepada Allah ﷻ. Menyangka Allah ﷻ berbuat tanpa tujuan. Ini merupakan aqidah Asya’iroh[5] yang mana mereka menafikan Ta’lil Af’alillah yaitu Allah ﷻ berbuat tanpa tujuan.[6] Keyakinan seperti ini tidaklah benar. Bagaimana mungkin dikatakan Allah ﷻ berbuat tanpa tujuan, sedang Allah ﷻ Maha berilmu, Allah ﷻ menakdirkan, dan Allah ﷻ melakukan semuanya pasti dengan tujuan. Menyangka Allah ﷻ tidak akan membangkitkan manusia untuk meminta pertanggung jawaban. Hal ini termasuk perbuatan berprasangka buruk kepada Allah ﷻ. Jika saja seorang bos di sebuah perusahaan di anggap buruk dan tidak beres karena tidak menyelesaikan masalah dibawahannya, tidak menghakimi di antara karyawannya yang bertikai dengan membiarkan begitu saja, tidak menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah, maka bagaimana dengan Allah ﷻ yang Maha bijak. Apakah pantas Allah ﷻ melakukan hal seperti itu? Allah ﷻ tidak mungkin menciptakan seluruh manusia kemudian membiarkannya begitu saja tanpa meminta pertanggungjawaban. Pembiaran Allah ﷻ kepada orang-orang zhalim atas perlakuan mereka di dunia tanpa meminta pertanggungjawaban mereka kelak di akhirat merupakan perbuatan prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Hal ini seperti prasangka buruknya orang-orang musyrikin kepada Allah ﷻ karena menyangka Allah ﷻ tidak akan membangkitkan manusia kelak di akhirat. Tatkala seseorang diberikan kesusahan, maka ia berkata “Mengapa Allah ﷻ membuat saya miskin seperti ini? seharusnya Allah tidak melakukan ini”. Hal ini adalah perbuatan yang terlarang, sebab termasuk bagian dari perbuatan prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Bukan berarti jika Allah ﷻ memberikan harta kepada seseorang berarti Allah ﷻ memuliakan orang tersebut[7]. Jika harta adalah ukuran kemuliaan seseorang, berarti Fir’aun dan Namrud adalah orang-orang yang mulia. Para pelaku maksiat yang begitu kaya raya pun juga termasuk orang-orang yang mulia. Oleh karena itu harta bukanlah ukuran kemuliaan seseorang, bahkan bisa jadi seseorang dihinakan oleh Allah ﷻ melalui jalan harta [8]. Hal yang semisal juga seperti perkataan seseorang, “Kenapa Allah ﷻ membuat wabah ini? Seharusnya Allah ﷻ tidak berbuat ini”. Kemudian juga perkataan seseorang, “Kenapa Allah ﷻ menciptakan Iblis? Seharusnya Allah ﷻ tidak menciptakan mereka”. Perkataan-perkataan semisal ini menggambarkan seakan-akan Allah ﷻ tidak memahami sisi yang baik. Kemudian orang yang mengatakan perkataan-perkataan tersebut memahami sisi yang baik. Inilah bentuk prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Menyangka bahwasanya Allah ﷻ tidak membalas kebaikan seseorang baik dunia maupun di akhirat. Menyangka hal seperti ini merupakan perbuatan prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Bukankah Allah ﷻ berfirman إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ “Sungguh Allah ﷻ tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”.[9] Allah ﷻ juga menyebutkan banyak contoh dari kisah-kisah para nabi, yang mana Allah ﷻ menolong dan membantu mereka di dunia sebelum akhirat karena kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan di dunia. Maka jika kita melakukan suatu kebaikan, selain berharap pahala di sisi Allah ﷻ kita juga harus meyakini bahwa Allah ﷻ juga akan menolong dan membantu kita di dunia. Terkadang Allah ﷻ memberi kebaikan dan pertolongan kepada kita di dunia ini dengan cara yang lembut tanpa kita sadari. Jika saja setiap kebaikan dibalas oleh Allah ﷻ secara jelas atau terang-terangan, maka semua orang akan beriman dan berbuat baik. Tapi inilah ketentuan Allah ﷻ, Allah ﷻ menjadikan hal tersebut perkara ghoib yang berkaitan dengan iman. Akan tetapi walaupun ghoib, kita tetap bisa merasakan balasan dari Allah ﷻ dari setiap kebaikan yang kita lakukan, baik cepat atau lambat, bahkan Allah ﷻ terkadang balas satu kebaikan dengan berlipat-lipat. Persangkaan seseorang jika Ia meninggalkan sesuatu yang buruk karena Allah ﷻ, maka Allah ﷻ tidak akan menggantinya. Nabi ﷺ pernah bersabda إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا لِلَّهِ إِلَّا بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ “Sesungguhnya engkau tidak meninggalkan sesuatu karena Allah, melainkan Allah akan menggantikan bagimu dengan yang lebih baik darinya”.[10] Hal ini menunjukkan bahwasanya seseorang yang meninggalkan sesuatu karena Allah ﷻ ia harus berprasangka baik kepada Allah ﷻ, meyakini bahwasanya Allah ﷻ akan ganti sesuatu yang lebih baik dari apa yang ditinggalkannya. Sebab jika ia tidak meyakini hal tersebut, maka ia telah melakukan prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Allah ﷻ pernah berkata dalam hadits qudsi أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي “Aku sesuai dengan prasangka hambaku kepadaku, hendaknya hambaku berprasangka kepadaku yang ia sukai. Jika ia berprasangka baik kepadaku maka kebaikan baginya, jika ia berprasangka buruk kepadaku maka keburukan baginya.”[11] Menyangka bahwa Allah ﷻ akan menolak amalan baik seseorang tanpa sebab. Ini adalah keyakinan yang salah. Benar amalan kita belum tentu diterima oleh Allah ﷻ, akan tetapi kita harus berprasangka baik kepada Allah ﷻ bahwasanya Allah ﷻ akan menerima amalan baik tersebut. Allah ﷻ berfirman لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”.[12] Tidak mungkin jika seseorang telah berusaha untuk melakukan amal shaleh semampunya kemudian Allah ﷻ tolak amalan tersebut tanpa sebab. Allah ﷻ tidak menerima taubat orang yang bersungguh-sungguh. Keyakinan seperti ini akan membuat seseorang akan berputus asa dari rahmat Allah ﷻ, padahal Allah ﷻ berfirman لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ “Janganlah engkau berputus asa dari rahmat Allah”[13] Allah ﷻ melarang untuk berputus asa dari rahmatNya, kemudian kita malah meyakini bahwa Allah ﷻ tidak menerima taubat kita, maka ini adalah bentuk prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Kita harus berprasangka baik kepada Allah ﷻ bahwa Allah akan menerima taubat kita. Menyatakan bahwa ayat-ayat sifat di dalam Al-Qur’an dan juga di dalam hadits-hadist zahirnya adalah kufur, syirik, tasybih. Sebagaimana yang diungkapkan para penolak sifat bahwasanya ayat-ayat sifat yang terdapat pada Al-Qur’an dan pada hadits-hadist Nabi ﷺ haruslah ditakwil. Ungkapan seperti ini termasuk perbuatan prasangka buruk kepada Allah ﷻ, sebab melazimkan bahwasanya Allah ﷻ ingin menyesatkan hamba-hambanya dengan mendatangkan kata-kata yang zahirnya adalah kufur. Bahkan sebagian dari mereka mengungkapkan pada buku-buku mereka bahwasanya ayat-ayat ini adalah syirik, kufur, tasybih dan yang lainnya. Sungguh mereka tidak beradab sama sekali kepada Allah ﷻ. Apakah mungkin Allah ﷻ tidak bisa mengungkapkan dengan pengungkapan yang baik sehingga manusia dapat memahaminya dengan mudah? Apakah Allah ﷻ tidak mampu mengungkapkan dengan yang terbaik? Mengapa Allah ﷻ tidak menyampaikan bahwasanya firman-firmannya haruslah ditakwil? Apakah kita harus menyangka bahwasanya Allah ﷻ sedang membuat teka-teki sehingga kita perlu mencari kebenaran dengan mentakwil? Pertanyaan-pertanyaan seperti di atas menunjukkan bahwasanya perbuatan para penolak sifat merupakan bentuk berprasangka buruk kepada Allah ﷻ. Berkeyakinan bahwa Allah ﷻ membutuhkan anak atau pasangan dan yang lainnya. Berkeyakinan bahwa Allah ﷻ tidak mengetahui hal-hal yang detail. Keyakinan seperti ini diyakini oleh orang-orang falasifah. Mereka mengatakan bahwasanya Allah ﷻ hanya mengetahui secara global tidak mengetahui secara detail. Keyakinan seperti ini terkadang menimpa kita yang mana seakan-akan kita meyakini bahwasanya Allah ﷻ tidak mengetahui apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang kafir, sebab Allah ﷻ membiarkan mereka melakukan kerusakan kemudian tidak mengazab mereka. Sikap seperti ini merupakan bentuk prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Seakan-akan Allah tidak tahu dan kita tahu. Kemudian kita ingin mengajari Allah ﷻ bahwasanya seharusnya seperti ini dan seperti itu. Maha suci Allah ﷻ, Allah ﷻ sungguh mengetahui segalanya, jangankan perbuatan manusia, bahkan daun-daun yang berjatuhan dari rantingnya pun Allah ﷻ tahu. Allah ﷻ berfirman وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا “Dia Allah mengetahui apa yang di darat dan di laut. tidak ada sehelai daunpun yang gugur uang tidak diketahuiNya.”[14] Ayat ini menunjukkan bahwa Allah ﷻ mengetahui seluruh apa yang terjadi di bumi ini. Perbuatan siapapun, baik muslim, kafir ataupun munafik Allah ﷻ tahu. Oleh karenanya jika kita menyangka bahwa Allah ﷻ tidak tahu apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang kafir, sehingga kemudian Allah ﷻ tidak bersikap untuk memberi azab kepada mereka di dunia, maka ini adalah bentuk berprasangka buruk kepada Allah ﷻ. Sebuah kisah tentang biografi seseorang yang termaktub dalam kitab Taarikh Baghdad, yaitu Ubaidillah bin Al-Hasan bin Husoin Al-Ambari salah seorang hakim dari bashroh. Ubaidillah memiliki seorang budak yang cantik. Di suatu malam ia tidur bersama budaknya tersebut. Di tengah malam, ubaidillah tidak mendapati budaknya tersebut, maka terlintas dibenaknya bahwa ini adalah keburukan, Ubaidillah berprasangka buruk bahwasanya budak tersebut pergi kabur meninggalkan dirinya. Ubaidillah pun beranjak dari tidurnya kemudian mencari budak tersebut dirumahnya. Setibanya disana, maka Ubaidillah mendapati budaknya berada di pojok rumahnya sedang melakukan sholat malam. Kemudian budak tersebut berdoa kepada Allah ﷻ dengan berkata اللّهم بِحُبِّكَ لِيْ اغْفِرْلِيْ “Ya Allah, karena cintamu kepadaku, maka ampunilah aku”. Maka setelah sholat, Ubaidillah menanyakan perihal doa yang dipanjatkan oleh budaknya dengan berkata, “wahai budakku janganlah engkau berkata demikian, akan tetapi katanlah Ya Rabb, karena cintaku kepadamu maka ampunilah aku’.” Maka budak tersebut menjawab, “Ya Hakim, Allah ﷻ benar-benar mencintaiku, buktinya adalah Allah ﷻ mengeluarkanku dari kesyirikan menuju islam, dan Allah ﷻ cinta kepadaku, buktinya adalah Allah ﷻ membangunkanku untuk melakukan sholat malam”. Mendengar jawaban dari budaknya, maka Ubaidillah membebaskan budaknya tersebut dengan mengatakan أَنْتِ حُرٌّ لِوَجْهِ الله “Engkau aku bebaskan karena Allah ﷻ”. Ketika dibebaskan maka budak tersebut pun berkata kepada Ubaidillah, “Wahai tuanku, engkau telah menghilangkan dariku dua pahala menjadi satu pahala”. Maksudnya adalah ia mendapatkan dua pahala dari Allah ﷻ, pahala sebagai budak yang ta’at kepada Allah ﷻ dan pahala sebagai budak yang taat kepada tuannya.[15] Doa yang dipanjatkan budak wanita di atas memang diperselisihkan oleh para ulama. Akan tetapi disini penulis hanya ingin menunjukkan bagaimana budak tersebut berprasangka baik kepada Allah ﷻ. Intinya yang ingin penulis sampaikan adalah bahwasanya budak wanita ini adalah wanita yang shalihah. Kita tidak bisa memastikan bahwasanya Allah ﷻ cinta kepada kita. Akan tetapi tanda-tanda yang menunjukkan hal tersebut banyak, misalnya seseorang diberi taufik untuk bisa berbakti kepada orang tua di saat banyak orang yang durhaka terhadap orang tuanya, maka ini merupakan tanda bahwa Allah ﷻ cinta kepadanya. Kemudian juga seseorang diberi pemahaman ilmu agama oleh Allah ﷻ di saat banyak orang-orang terlalai dari ilmu, maka ini merupakan tanda bahwasanya Allah ﷻ mencintainya. Kemudian juga orang yang diberi taufik untuk bisa menyisihkan hartanya untuk disedekahkan di saat banyak orang yang pelit untuk bersedekah, maka ini juga merupakan tanda bahwasanya Allah ﷻ cinta kepadanya. Orang-orang seperti ini boleh bagi mereka untuk berprasangka baik kepada Allah ﷻ bahwasanya Allah ﷻ mencintainya. Adapun untuk memastikan, maka ini perkara lain, banyak para ulama yang tidak membolehkannya. Matan Kandungan bab ini Penjelasan tentang ayat dalam surat Ali Imran. Penjelasan tentang ayat dalam surat Al Fath. Disebutkan bahwa prasangka buruk itu banyak sekali macamnya. Penjelasan bahwa tidak ada yang bisa selamat dari prasangka buruk ini kecuali orang yang mengenal Asma’ dan sifat Allah, serta mengenal dirinya sendiri. Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Kitab At-Tauhid Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA. _______________________ [1] Lihat Zaadul Maad 3/213 [2] QS. Ibrahim 4 [3] Tafsir As-Sam’ani, 1/65-66, Tafsir Ibnu Katsir, 1/225 [4] Lihat Zaadul Maad 3/213 [5] Ar-Rozi berkata فَثَبَتَ أَنَّ تَعْلِيْلَ أَحْكَامِ اللهِ تَعَالَى بِالْمَصَالِحِ بَاطِلُ “Maka tetaplah dengan semua ini, bahwa ta’lil perbuatan Allah Azza wa Jalla dengan mashlahat adalah keyakinan yang bathil rusak” Al-Mahshul, Fakhruddin Ar-Rozi, 5/182 As-Syihristani berkata مَذْهَبُ أَهْلِ الحَقِّ أَنَّ اللهَ تَعَالَى خَلَقَ العَالَمَ بِمَا فِيْهِ مِنَ الجَوَاهِرِ وَالْأَعْرَاضِ وَأَصْنَافِ الخَلْقِ وَالأَنْوَاعِ، لَا لِعِلَّةٍ حَامِلَةٍ لَهُ عَلَى الفِعْلِ سَوَاءٌ قُدِّرَتْ تِلْكَ العِلَّةُ، نَافِعَةً لَهُ أَوْ غَيْرَ نَافِعَةٍ، إِذْ لَيْسَ يَقْبَلُ النَّفْعَ وَالضَّرَّ، أَوْ قُدِّرَتْ تِلْكَ العِلَّةُ نَافِعَةً لِلْخَلْقِ، إِذْ لَيْسَ يَبْعَثُهُ عَلَى الفِعْلِ بَاعِثٌ فَلَا غَرَضَ لَهُ فِيْ أَفْعَالِهِ وَلَا حَامِلَ بَلْ عِلَّةُ كُلِّ شَيْءٍ صُنْعُهُ ولَا عِلّةَ لِصَنْعِهِ “Madzhab Ahlu Al-Haq adalah Allah Azza wa Jalla menciptakan alam dengan semua yang ada di dalamnya, baik dari jauhar jism/sesuatu yang dapat dilihat dan disentuh -seperti manusia, pohon, dll. Yaitu semua yang menjadi tempat bagi ardh dan a’rodh shifat -seperti sakit, mendengar, dll, dan macam-macam ciptaan, tanpa ada illah sebab/tujuan/faktor yang mendorong Allah Azza wa Jalla untuk melakukan hal itu. Sama saja, meskipun dikatakan bahwa illah pendorong tersebut itu bermanfaat bagiNya ataupun tidak. Karena Allah Azza wa Jalla adalah Dzat yang tidak menerima manfaat dan madhorot. Ataupun dianggap bahwa illah itu bermanfaat bagi makhluq, karena tidak ada satupun hal yang mendorong Allah Azza wa Jalla untuk melakukan sesuatu. Maka tidak ada tujuan bagiNya pada perbuatan-perbuatanNya, dan tidak ada pendorong bagiNya untuk melakukan sesuatu. Akan tetapi, illah sebab segala sesuatu adalah penciptaanNya, dan tidak ada illah/sebab bagi penciptaanNya” Nihayah Al-Iqdam, As-Syihristani, 390 Lalu, bagaimana mereka memaknai shifat Hakim bagi Allah Azza wa Jalla? Saifuddin Al-Amidi berkata إّنَنَا لَا نُنْكِرُ كَوْنَ البَارِى تَعَالَى حَكِيْمًا وَذَلِكَ بِتَحَقُّقِ مَا يُتْقِنُهُ مِنْ صُنْعَتِهِ وَيَخْلُقُهُ عَلَى وِفْقِ عِلْمِهِ بِهِ وَبِإِرَادَتِهِ لَا بِأَنْ يَكُوْنَ لَهُ فِيْمَا يَفْعَلُهُ غَرَضٌ وَمَقْصُوْدٌ وَالْعَبَثُ إِنَّمَا يَكُوْنُ لَازِمًا لَهُ بِانْتِفَاءِ الغَرَضِ عَنْهُ أَنْ لَوْ كَانَ قَابِلًا لِلْفَوَائِدِ وَالاَغْرَاضِ. “Sesungguhnya kami tidak mengingkari bahwa Allah Azza wa Jalla itu adalah Dzat yang Hakim. Dan yang demikian sifat hakim adalah dengan benar-benar terjadinya ciptaanNya yang sempurna, dan Allah menciptakan semuanya sesuai dengan ilmunya tentangnya dan berdasarkan kehendaknya. Bukan dengan adanya tujuan dari perbuatannya. Namun perbuatan Allah tanpa tujuan ini tidak bisa dikatakan dengan perbuatan sia-sia karena yang namanya sia-sia hanya bisa dikatakan padaNya jika Allah memang bisa menerima tujuan dan manfaat lantas tidak melakukan dengan tujuan” Ghoyatu Al-Marom Fi Ilmi Al-Kalam, Saifuddin Al-Amidi, 223 Padahal kita tahu, bahwa yang bisa melakukan sesuatu sesuai keinginannya dan ilmunya, tidaklah disebut dengan Hakim dan bijaksana. Bahkan di dalam bahasa arab, kalimat hakim digunakan untuk kalimat yang mengandung makna “pencegahan dari keburukan dan kerusakan”, maka Allah Azza wa Jalla tidak akan pernah melakukan hal yang buruk, baik pada hukum syariatNya, ataupun ciptaan-ciptaanNya. Karena asal dari kalimat “hakim” adalah “Al-Hukmu” yang bermakna “Al-Man’u”. Bukankah bisa jadi seorang penjahat melakukan sesuatu kejahatan berdasarkan ilmu dan kehendaknya?, apakah penjahat tersebut disebut dengan Hakim? Sungguh orang yang melakukan sesuatu tanpa tujuan maka jelas disifati dengan perbuatan sia-sia, maka bagaimana hal ini ditujukan kepada Allah, bahwa Allah berbuat dan menciptakan tanpa ada tujuan sama sekali?, bukankah ini perbuatan sia-sia?. Adapun syubhat-syubhat yang berkaitan dengan hal ini dan bantahannya maka silahkan baca Tesis kami yang diterjemahkan dengan judul “Menjawab Syubhat Para Penolak Sifat Allah” pada sub judul berkaitan tentang sifat al-Hikmah. [6] Lihat Majmu’ Alfatawa 8/37 [7] Bahkan, bisa jadi Allah buka kenikmatan dunia pada sebagian kaum sebagai bentuk istidroj dan agar mereka semakin sengsara nantinya. Allah berfirman فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ “Dan tatkala mereka lupa akan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, kamipun membukakan untuk mereka semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka secara tiba-tiba. Dan tatkala itu merekapun terdiam putus asa” Al-An’am 44 Ibnu Taimiyyah berkata وَأَنَّهُ لَيْسَ كُلُّ مَنْ أُعْطِيَ مَالًا أَوْ دُنْيَا أَوْ رِيَاسَةً كَانَ ذَلِكَ نَافِعًا لَهُ عِنْدَ اللَّهِ، مُنْجِيًا لَهُ مِنْ عَذَابِهِ، فَإِنَّ اللَّهَ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ. وَلَا يُعْطِي الْإِيمَانَ إلَّا مَنْ يُحِبُّ. “Sesungguhnya tidak semua yang diberikan harta atau dunia, atau kedudukan, bermanfaat baginya di sisi Allah, serta menyelamatkannya dari adzab Allah. Karena Allah memberikan dunia ini kepada yang Allah cintai dan yang tidak Allah cinta. Dan sesungguhnya Allah tidaklah memberi iman kecuali kepada orang yang Dia cintai” Al-Fatawa Al-Kubro, Ibnu Taimiyyah, 2/420. [8] Akan tetapi, seseorang itu bisa dikatakan dimuliakan Allah, jika Allah memberikan kepadanya hidayah mengikuti kebenaran dan istiqomah di atas kebenaran. Jika harta tersebut menjadikannya dekat kepada Allah maka berarti dia dimuliakan oleh Allah, jika tidak maka tidak. Jangankan harta, bahkan seseorang yang memiliki “kesaktian” tidak serta merta berarti dia dimuliakan oleh Allah. Ibnu Taimiyyah berkata وَيُعِدُّونَ مُجَرَّدَ خَرْقِ الْعَادَةِ لِأَحَدِهِمْ بِكَشْفِ يُكْشَفُ لَهُ أَوْ بِتَأْثِيرِ يُوَافِقُ إرَادَتَهُ هُوَ كَرَامَةٌ مِنْ اللَّهِ لَهُ وَلَا يَعْلَمُونَ أَنَّهُ فِي الْحَقِيقَةِ إهَانَةٌ وَأَنَّ الْكَرَامَةَ لُزُومُ الِاسْتِقَامَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لَمْ يُكْرِمْ عَبْدَهُ بِكَرَامَةِ أَعْظَمَ مِنْ مُوَافَقَتِهِ فِيمَا يُحِبُّهُ وَيَرْضَاهُ وَهُوَ طَاعَتُهُ وَطَاعَةُ رَسُولِهِ وَمُوَالَاةُ أَوْلِيَائِهِ وَمُعَادَاةُ أَعْدَائِهِ “Dan mereka menganggap bahwa kesaktian salah seorang dari mereka berupa mukasyafah, atau kejadian yang sesuai dengan apa yang dia inginkan, berarti itu adalah karomah dari Allah untuknya, sedangkan ia tidak sadar bahwa yang demikian adalah penghinaan dari Allah untuknya. Dan sesungguhnya karomah adalah senantiasa istiqomah, dan sesungguhnya Allah tidak pernah memuliakan hambanya dengan suatu karomah yang lebih berharga dari Allah memberinya hidayah untuk senantiasa sesuai dengan apa yang Allah cintai dan Allah ridhoi. Yaitu taat kepada Allah dan RasulNya, dan loyal kepada wali-waliNya dan memusuhi musuh-musuh Allah” Majmu’ Al-Fatawa, Ibnu Taimiyyah, 10/29-30 Maka dapat kita simpulkan, bahwa semua kenikmatan yang Allah Azza wa Jalla berikan kepada hambanya, bisa dikatakan sebagai pemuliaan terhadapnya, jika kenikmatan-kenikmatan itu ia gunakan dalam ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla. Dan jika ia tidak gunakan untuk hal itu, maka yang demikian adalah penghinaan Allah Azza wa Jalla untuknya. [9] QS. At-Taubah 120 [10] Ahmad no. 23074, dishahihkan oleh Al-Albani bahwa sanadnya sahih sesuai dengan syarat Muslim Silsilah Al-Ahadis Ash-Shahihah 2/734. [11] HR. Bukhori 7405 dan Muslim No. 2675 [12] QS. Al-Baqarah 286 [13] QS. Az-Zumar 53 [14] QS. Al-An’am 59 [15] Lihat Tarikh Baghdad 12/7
Jakarta - Sikap ini yang membuat Rasulullah saw sehat. Dalam psikologi modern sikap tersebut dikenal dengan istilah positive thinking. Hal ini telah dipraktekan jauh sebelum adanya ilmu kejiwaan. Berprasangka baik pada Allah merupakan pengakuan seorang hamba pada Sang Pencipta bahwa apa saja yang sudah menjadi ketetapan Allah adalah baik bagi dirinya."Aku bersama prasangka hambaku dan Aku akan selalu bersamanya. Selama dia mengingat-Ku maka Aku akan mengingatnya di dalam diri-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dengan begitu banyaknya, maka Aku akan mengingatnya lebih banyak darinya. Dan apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Dan apabila dia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Dan apabila dia mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari" Riwayat Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Tirmidzi .Hadits ini menjelaskan bagaimana Islam sangat memotivasi manusia optimis dan sebisa mungkin menjauhi sikap prasangka kurang baik pada Allah. Sikap optimis pada Allah akan menimbulkan semangat berprilalu lebih baik dan menambah amalI badah. Ajaran Islam melarang bersikap pesimis atas dosa yang telah diperbuat sehingga merasa bersalah yang berlebihan, ini bisa memunculkan prasangka buruk pada Allah. Jika seseorang pada kondisi tersebut, maka akan sulit bekerja keras, mudah rapuh dan tidak percaya diri. Berpikir positif merupakan cara berpikir yang dihargai dalam ajaran Islam, dengan demikian manusia akan terbebas dari beban hidup dan problem traumatik yang pernah dialaminya. Adapun salah satu indikator seseorang berprasangka baik pada Allah adalah sikap tawakkal. Berserah diri pada Sang Pencipta menjadikan dia tenang, tidak ada kekhawatiran karena percaya bahwa Allah akan memberinya kehidupan yang terbaik bagi surah al-Hujurat ayat 12 Allah SWT berfirman, yang artinya"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka kecurigaan, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjing satu sama lain. 'Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."Dalam ayat tersebut jelas bahwa Allah telah perintahkan untuk menjauhi prasangka kecurigaan pada orang lain, karena kebanyakan prasangka bersifat destruktif dan membawa dosa. Kebencian dan permusuhan tentu tidak akan menghasilkan kebaikan, oleh karena itu sikap tersebut harus dijauhi dan dilawan. Kondisi psikologis suasana hati seseorang akan mempengaruhi kesehatannya karena otak menghasilkan hormon. Jika sedang bahagia, otak akan menghadilkan zat endorfin yang sangat berguna bagi tubuh. Jika sedang benci, marah, cemas dan suntuk, maka otak menghadilkan zat cortisol, dopamin dan adrenalin yang bisa mengganggu keseimbangan sistem kontestasi Pilkada yang baru saja selesei sebagai evaluasi dilaksanakan pada tgl 9 Desember 2020 lalu, di mana saat kampanye secara digital dan konvensional seperti agenda debat, jarang ditemukan para calon yang bersikap positive thinking terhadap lawan politiknya. Justru sikap saling menyerang dan menihilkan yang sering kita jumpai, di sini zat-zat cortisol, dopamine dan adrenalin merajalela, sehingga para kontestan pilkada terlihat lelah, karena imun tubuh telah menurun. Juga para pelaksana pilkada yang dikejar target waktu, sehingga mereka bekerja dengan penuh imun tubuh menurun, ini akan memudahkan terinfeksi oleh virus. Maka berprasangka baik pada Allah, merupakan bentuk keimanan paripurna. Dan prasangka baik pada manusia merupakan kemuliaan akhlak kita senantiasa bisa menjaga prasangka baik pada Allah dan manusia. Dengan begitu Allah akan melindungi kita kapan dan di RofiqKetua Dewan Pembina HIPSI Himpunan Pengusaha Santri Indonesia Sekjen DPP PPP 2014-2016*Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. -Terimakasih Redaksi- erd/erd
Kajian Khazanah Islam kategori posting AqidahPembaca budiman, Bimbingan dan Ridha-Nya semoga selalu tercurah serta mengiringi kita dalam segala aktivitas di dunia ini, untuk meraih kebahagiaan dan mengharap Rahmat-Nya di Akhirtat kelak. Aamiin...Prasangka manusia terhadap Tuhanya, menunjukkan sejauh mana kwalitas iman dan keyakinannya. Dalam Al-Qur'an telah dikisahkan Nabi Ibrahim ketika ia berkata kepada Bapaknya Adzar dan kaumnya dia bertanya "apakah yang kamu sembah?. Apakah kamu menghendaki sembahan-sembahan selain Allah dengan jalan bohong? . Maka apa anggapanmu terhadap Rabb Semesta Alam?". QS, Ash-Shaffat /37 85-87 Kisah Nabi Ibrahim bersama bapaknya dan umat saat itu adalah menunjukkan betapa rendahnya kualitas keimanan dan keyakinannya. Sebab mereka menyembah patung yang telah dibuatnya sendiri. Prasangka manusia terhadap Tuhan-Nya menunjukkan sejauh mana kwalitas iman dan keyakinannya. Dan karena itulah yang akan menentukan sikap dan perbuatannya. Terutama saat dihadapkan pada kondisi sulit dan berat serta saat dihadapkan ujian dan cobaan yang luar biasa. Termasuk cobaan ketika pada kondisi wabah pandemi yag sekarang masih belum juga sirna bahkan masih terus menyebar secara masif. Ketika banyak yang jatuh sakit dan wafat, juga termasuk kehilangan keluarga, pekerjaan, dan penghasilan, terlebih ketika interaksi dan pergaulan dibatasi begitu rupa. Seakan manusia terkungkung dalam lingkungan munculah beragam dugaan dan prasangka manusia terhadap Tuhanya. Ada sebagian orang yang menjadi prustasi, lalu menyalahkan Allah SWT karena dianggap membiarkan dan mencampakkan manusia pada penderitaan. Sebagian lagi mempersepsikan Tuhan sebagai Dzat yang kejam penuh angkara murka. Bahkan yang lebih parah lagi ada yang sudah tidak percaya kondisi yang demikian setan terus bermain dan berusaha membuat manusia semakin putus asa. Dengan gencarnya setan membisikan berbagai macam bisikan. Oleh karenanya manusia akan timbul rasa was-was sebagaimana Allah terangkan dalam surat An-Naas ayat 5 sifat was-was muncul. Hingga manusia terjebak untuk tidak bersyukur atas nikmat yang telah diterima selama ini. Maka sebagian besar manusia tidak bersyukur sebagaiman firman-Nya dalam Al-qur'an "Kemudian saya setan akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur".taat QS, Al-A'raf / 7 17Namun bagi orang-orang yang beriman, hatinya tetap terpelihara dan selalu berbaik sangka terhadap Allah. Mereka yakin dan percaya dibalik musibah ini pasti ada hikmah dan kebaikan yang akan Dia berikan kepada manusia. Sebab sesuai dengan sifatnya bahwa Allah adalah Dzat Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dan kasih sayangnya mengalahkan murka-Nya. Dia adalah Dzat yang selama ini telah banyak memberikan karunia. Dengan musibah dan bencana yang diberikan kepada manusia, bisa jadi Allah ingin melatih mereka untuk dapat bertahan dalam kesabaran, ingin menyadarkan akan kelemahan manusia, ingin agar mereka bertaubat dari kesalahannya, ingin agar manusia berkarya menemukan inovasi dan temuan terbaru, dan yang terakhir, ingin agar manusia mengingat kematian yang sangat dekat dengannya. Bagi seorang mukmin yang selalu istiqamah taat kepada-Nya, mereka yakin bahwa Allah tidak akan membiarkan dirinya. Sebagaimana ucapan Nabi SAW saat berada dalam kesulitan, pada saat itu beliau berdua dengan sahabat Abubakar As-Siddiq sedang bersembunyi berada dalam sebuah gua, karena dikejar oleh para kafirun quraisy. Abu Bakar merasa sangat ketakutan, maka Nabi bersabda yang diabadikan dalam berfirman-Nya "Jangan berduka-cita sesungguhnya Allah bersama kita" QS, At-Taubah/9 40..Orang-orang beriman selalu bersyukur bahwa selama alam ini diatur dan diurus oleh Allah, Dia pasti akan menghadirkan kebaikan bagi umat manusia. Inilah yang selalu terucap lewat lisan kita, sedikitnya 17 kali sehari semalam diucapkan saat kita Shalat. " الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ "Dalam hadits qudsi Allah berfirman "Aku bersama prasangka hamba-Ku kepada-Ku". Jika ia berprasangka baik, itulah yang ia dapatkan. Tetapi jika berprasangka buruk, itu pula yang ia dapatkan. hadits hasan dalam kitab al-Jami' ash shaghir lis suyuthi.Demikian uraian singkat materi "Allah Bersama Prasangka Hamba-Ku Kepada-Ku". Semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita dalam pengamalan agama Islam yang mulia ini. Aamiin.
Hasil pencarian tentang aku+sesuai+dengan+prasangka+hambaku Katakanlah, "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaan kalian kondisi kalian sesungguhnya aku akan...bekerja pula sesuai dengan keadaanku maka kelak kalian akan mengetahui Mereka hanya mengikuti prasangka-prasangka yang tidak benar....Padahal prasangka itu sama sekali tidak mengandung kebenaran sedikit pun. Kebanyakan orang musyrik, dalam akidah mereka, tidak mengikuti apa-apa selain prasangka-prasangka batil...Dan prasangka-prasangka itu-secara umum-tidak berguna sama sekali dan tidak dapat menggantikan keyakinan...Lebih-lebih jika prasangka itu lemah, sebagaimana prasangka orang-orang musyrik itu. Dan mereka tidak mendasari perkataan mereka itu ucapan mereka itu tidak didasari dengan sesuatu pengetahuan...Tiada lain mereka hanya mengikuti dalam hal tersebut prasangka yang mereka khayalkan sedangkan sesungguhnya...prasangka itu tiada berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran maksudnya, tiada sedikit pun pengetahuan...yang bermanfaat dalam prasangka itu di dalam menelaah hal-hal yang dituntut adanya pengetahuan. Katakanlah "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja pula, maka Allah akan memanggil orang-orang yang bertakwa, sebagai penghargaan atas mereka, "Wahai hamba- hambaku...Dan Allah menjamin kalian dengan pahala." Aku tidak mengharapkan imbalan apa-apa dari kalian....Imbalanku akan kudapatkan secara utuh-sesuai dengan amal perbuatanku-dari Tuhan semesta alam." Berbuatlah menurut kemampuan kalian sesuai dengan keadaan kalian sesungguhnya aku pun berbuat pula...sesuai dengan kedudukanku....Dan tunggulah akibat daripada perbuatan kalian itu sesungguhnya aku pun menunggu bersama kalian." Katakan, "Apabila aku mampu menimpakan azab yang kalian tantang untuk dipercepat, niscaya aku akan menimpakannya...Dengan demikian, akan selesai permasalahan antara aku dan kalian....Dia yang Mahatahu azab-baik yang cepat maupun yang lambat-yang sesuai dengan orang-orang kafir. Dan Aku beri mereka kesempatan hidup yang cukup, tanpa melupakan kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan...Rencana-Ku ini akan menyakitkan mereka, sesuai dengan kadar kejahatan yang mereka langgar. Fir'aun berkata, "Aku tidak mengajukan pendapat kepada kalian kecuali sesuai dengan apa yang aku yakini...Dan aku, dengan pendapatku itu, tidak menunjukkan kalian kecuali ke jalan petunjuk." dari Tuhanku dan aku diberi rezeki yang baik sebagai karunia dari-Nya, apakan patut aku menyembunyikan...Aku tidak ingin melakukan apa yang aku larang....Dengan nasihat, perintah dan larangan, aku hanya menginginkan perbaikan sesuai dengan kekuatan, usaha...Dan aku tidak akan mendapatkan kebenaran kecuali dengan pertolongan dan dukungan-Nya....Hanya kepada-Nyalah aku bertawakal. Dan juga hanya kepada-Nyalah aku kembali. Prasangka buruk yang kalian tujukan terhadap Tuhan itu membuat kalian hancur. sisi Allah yang berisi petunjuk dan lebih baik dari keduanya, atau yang semisal dengannya, niscaya aku...akan mengikutinya bersama kalian, jika kalian memang benar dalam prasangka kalian bahwa apa yang kami Berbuatlah sepenuh kemampuanmu sesuai dengan keadaanmu sesungguhnya aku pun berbuat pula sesuai dengan Allah berada di atas segala prasangka, Mahasuci dari sifat serupa dengan makhluk-Nya, Maharaja yang dibutuhkan...Jangan tergesa-gesa, Muhammad, membaca al-Qur'ân sebelum malaikat menyampaikannya dengan sempurna kepadamu Muhammad, setelah jelas bagi mereka tanda-tanda kenabianmu, maka katakanlah kepada mereka, "Sesungguhnya aku...Aku akan meneruskan dakwahku....Dari itu, kalian tidak perlu mencela perbuatanku, sebagaimana aku tidak akan mencela perbuatan kalian...Maka lakukanlah apa yang kalian kehendaki, dan Allah akan membalas seluruh perbuatan kita sesuai dengan ditimpa kesusahan yang berat, sebagai wujud kebaikan Kami, ia pasti akan mengatakan, "Kesenangan yang aku...dapatkan ini memang hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat akan datang....Seandainyapun aku dikembalikan kepada Tuhan, aku pasti mendapatkan kesudahan yang sangat baik."...Pada hari kiamat, Kami benar-benar akan mengganjar orang-orang kafir sesuai dengan amal perbuatannya, Musa menjawab, "Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah?"...abghiikum itu ialah abghii lakum padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat di zaman kamu sesuai...dengan apa yang dituturkan dalam firman-Nya berikut ini. Hendaknya mereka menghindari prasangka seperti itu. Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran yang sesuai dengan hikmah. Kalau bukan karena waktu yang telah Kami tentukan sesuai dengan kebijaksanaan Kami, tentu Kami pun menyegerakan...Aku bersumpah, akan datang suatu bencana secara tiba-tiba tanpa mereka sadari. Dan katakanlah kepada orang-orang yang tidak beriman, "Berbuatlah menurut kemampuan kalian sesuai dengan...keadaan dan kondisi kalian sesungguhnya Kami pun berbuat pula." sesuai dengan keadaan Kami; ungkapan Yang menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan hikmah-Nya, memulai penciptaan manusia pengertian terhadap syariat serta kenabian lalu katanya kepada manusia, "Hendaklah kamu menjadi hamba-hambaku...berkata "Hendaklah kamu menjadi rabbani artinya ulama-ulama yang beramal saleh, dinisbatkan kepada rab dengan Supaya kami selalu menyucikan-Mu dari apa yang tidak sesuai dengan diri-Mu, Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah prasangka buruk terhadap orang-orang yang berbuat baik....Sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa yang harus dihukum....Peliharalah diri kalian dari azab Allah dengan menaati semua perintah dan menjauhi segala larangan. Sesungguhnya Azab Rabbmu terhadap orang-orang kafir benar-benar keras sesuai dengan kehendak-Nya. Wahai Nabi, ancamlah kepada mereka dengan mengatakan, "Berbuatlah sesuai cara yang kalian kehendaki dengan...segala kekuasaan yang kalian miliki, dan aku akan berbuat dengan memihak kebenaran. yang mereka sukai di dalam ungkapan ayat ini terkandung pengertian bahwa makanan dan minuman di surga sesuai...dengan selera penghuninya masing-masing....Berbeda dengan keadaan di dunia, makanan dan minuman sesuai dengan kemampuan masing-masing.
[Di dalam hadits Qudsi, Allah berkata “Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku.”] Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata di dalam kitabnya Al-Mufhim “Dikatakan bahwa makna tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku , yaitu Berprasangka akan dikabulkan ketika berdoa, Berprasangka akan diterima taubatnya, Berprasangka akan diampuni ketika beristighfar, Berprasangka akan dibalas setiap amal ibadah yang terpenuhi syaratnya dengan meyakini dan berpegang dengan janji Allah yang benar.” ? Fathul Bari jilid 13/hal 386. ➖➖➖➖➖➖➖➖ [في الحديث القدسي يقول الله تعالى] { أنا عند ظن عبدي بي} قال القرطبي في المفهم قيل معنى ظن عبدي بي ظن الإجابة عند الدعــاء، وظن القبول عند التوبـة، وظن المغفرة عند الاستغفار، وظن المجازاة عند فعل العبادة بشروطها تمسكا بصـادق وعده. ? فتح الباري ٣٨٦/١٣. ???????? ? WhatsApp Salafy Cirebon ⏯ Channel Telegram ? Website Salafy Cirebon ? Menyajikan artikel dan audio kajian ilmiah Post navigation
عن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال قال النبي - صلى الله عليه وسلم - يقول الله تعالى أنا عند ظن عبدي بي ، وأنا معه إذا ذكرني Dari Abu Hurairah RA, dia berkata,”Rasulullah SAW bersabda,’ Sesungguhnya Allah berkata "Aku sesuai prasangka hambaku pada-Ku dan Aku bersamanya apabila ia memohon kepada-Ku" HR Muslim Ibnu Atha'illah dalam kitab Hikam mengungkapkan bahwa siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka lihatlah seberapa tinggi kedudukan Allah dalam hatinya. Demikian pula, siapa yang ingin mengetahui seberapa dekat Allah dengan dirinya, maka lihatlah seberapa dekat Allah dengan hatinya. Dalam hadits ini tersirat sebuah ajakan dari Rasulullah SAW agar kita berusaha selalu dekat dengan Allah SWT, berbaik sangka husnudzan dan tidak berburuk sangka su'udzhan kepada-Nya. Karena Allah SWT "berbuat" sesuai prasangka hamba-Nya. Bila seorang hamba berprasan]gka bahwa Allah itu jauh, maka Allah pun akan "menjauh", sebaliknya bila ia berprasangka bahwa Allah itu dekat, maka Allah pun akan "mendekat" kepadanya. Lewat hadits ini Rasulullah SAW pun mengajarkan umatnya untuk selalu berpikir positif dalam segala hal. Karena semua kejadian, apa pun itu, berada sepenuhnya dalam genggaman Allah SWT dan terjadi karena seizin-Nya. Dengan berpikir positif, seseorang akan mampu menyikapi setiap kejadian dengan cara terbaik. Selain itu, ia pun akan mampu menghadapi hidup dengan optimis. Betapa tidak, ia dekat dengan Allah Dzat Penguasa yang ada. Karena itu, Rasulullah SAW mengungkapkan bahwa orang beriman itu tidak pernah rugi, diberi nikmat dia bersyukur. Syukur adalah kebaikan bagi dirinya, diberi ujian dia bersabar, dan sabar adalah kebaikan bagi dirinya. Hakikatnya Allah tidak pernah membuat jarak dengan manusia. Manusia sendiri yang membuat jarak dengan Allah. Demikian pula, Allah tidak pernah menghambat manusia untuk sukses, tapi manusia sendiri yang menghalangi diirnya untuk sukses. Kunci dari semua itu adalah pikirannya. Manusia adalah bentukan pikirannya. Tak heran bila Norman Vincent Peale mengatakan, "You are what you think!"; Anda adalah apa yang Anda pikiran. Sebuah penelitian yang dilakukan Harvard University membuktikan bahwa kesuksesan seseorang 85 persen ditentukan sikap, dan 15 persen sisanya ditentukan keterampilan dan intelektualitas. Sikap itu sendiri dibentuk pikiran. Dengan kata lain, 85 persen kesuksesan dan kegagalan ditentukan kualitas pikiran. Dalam konteks bahasan ini, kesuksesan untuk dekat dengan Allah sangat dipengaruhi sejauh mana seseorang berpikir positif tentang Allah SWT. sumber Harian Republika
Source kehidupan sehari-hari, seringkali kita mengalami situasi di mana kita harus menilai atau berprasangka terhadap orang lain. Kadang, prasangka yang kita buat terhadap seseorang bisa sangat mempengaruhi hubungan kita dengan mereka. Hal ini tidak saja terjadi dalam kehidupan sosial, tapi juga dalam kehidupan Islam, prasangka baik atau buruk juga ditekankan. Salah satu hadits yang terkenal terkait prasangka adalah “Hadits Aku Sesuai Prasangka Hambaku”. Hadits ini mengajarkan kita untuk selalu berprasangka baik terhadap sesama Aku Sesuai Prasangka Hambaku adalah sebuah hadits yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Hadits ini ditemukan dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Berikut adalah teks lengkap hadits tersebut“Aku sesuai prasangka hambaKu kepadaku, dan aku bersama dia ketika ia menyebut namaku. Maka jika ia menyebut namaku di suatu tempat, maka aku menyebut namanya di tempat yang lebih baik darinya, dan jika ia mendekatinya satu hasta, maka aku mendekatinya dua hasta.”Hadits ini mengajarkan kita untuk selalu mempunyai prasangka baik terhadap sesama muslim. Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk selalu berprasangka baik terhadap orang lain, dan bahkan lebih baik lagi daripada prasangka yang orang tersebut buat tentang diri dari Hadits Aku Sesuai Prasangka HambakuHadits Aku Sesuai Prasangka Hambaku mempunyai makna yang sangat dalam. Dalam hadits ini, Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu mempunyai prasangka baik terhadap sesama merupakan keadaan di mana seseorang membuat suatu asumsi atau anggapan terhadap orang lain tanpa adanya bukti yang cukup. Prasangka sendiri dapat berupa prasangka baik atau buruk. Prasangka baik adalah prasangka yang positif, sementara prasangka buruk adalah prasangka yang hadits ini, Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk selalu mempunyai prasangka baik terhadap sesama muslim. Dalam menjalin hubungan dengan orang lain, sangat penting untuk memiliki prasangka yang baik. Dengan memiliki prasangka yang baik, kita dapat meredakan perasaan cemburu, iri hati, atau bahkan sikap benci terhadap sesama baik juga dapat membantu kita dalam membangun hubungan yang harmonis dengan orang lain. Dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kita perlu membangun rasa percaya dan saling menghormati. Dengan memiliki prasangka baik, kita dapat menunjukkan bahwa kita menghargai orang lain dan memuliakan dari Hadits Aku Sesuai Prasangka Hambaku dalam Kehidupan Sehari-hariHadits Aku Sesuai Prasangka Hambaku mempunyai banyak makna dan dapat diaplikasikan dalam berbagai situasi kehidupan. Berikut adalah contoh-contoh dari hadits ini dalam kehidupan sehari-hari1. Dalam BerbicaraDalam berbicara, seringkali kita membuat prasangka terhadap orang lain. Misalnya, kita menganggap bahwa seseorang tidak jujur atau tidak bertanggung jawab hanya karena dia terlambat datang ke suatu tempat. Namun, dalam hadits ini, Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu berprasangka baik terhadap orang seseorang terlambat datang ke suatu tempat, kita sebaiknya tidak langsung membuat prasangka buruk terhadapnya. Sebaliknya, kita sebaiknya berprasangka baik dan mencari tahu alasan mengapa dia Dalam Membuat KeputusanSaat kita harus membuat keputusan penting, seringkali kita membuat prasangka buruk terhadap suatu hal atau seseorang. Misalnya, kita menganggap bahwa suatu tempat tidak aman hanya karena pernah terjadi kejahatan di sana. Namun, dalam hadits ini, Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu berprasangka baik terhadap orang lain dan tempat-tempat yang ada di sekitar kita ingin membuat keputusan penting, sebaiknya kita mencari tahu informasi yang akurat dan tidak membuat prasangka buruk terhadap suatu hal atau seseorang. Dengan memiliki prasangka yang baik, kita dapat membuat keputusan yang lebih bijak dan Dalam Berinteraksi dengan Orang LainSaat kita berinteraksi dengan orang lain, seringkali kita membuat prasangka buruk terhadap mereka. Misalnya, kita menganggap bahwa seseorang tidak jujur atau tidak baik hati hanya karena ia berbeda pendapat dengan kita. Namun, dalam hadits ini, Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu berprasangka baik terhadap sesama kita ingin menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain, sebaiknya kita selalu berprasangka baik terhadap mereka. Dengan memiliki prasangka yang baik, kita dapat menghargai perbedaan pendapat dan saling Aku Sesuai Prasangka Hambaku dalam Konteks KeluargaHadits Aku Sesuai Prasangka Hambaku juga dapat diaplikasikan dalam konteks keluarga. Dalam keluarga, seringkali terjadi situasi di mana kita membuat prasangka buruk terhadap anggota keluarga kita buruk dapat mempengaruhi hubungan yang kita miliki dengan keluarga kita. Jika kita selalu membuat prasangka buruk terhadap anggota keluarga kita, hubungan kita dengan mereka akan menjadi tegang dan bahkan mungkin hadits ini, Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu berprasangka baik terhadap sesama muslim. Jika kita ingin membangun hubungan yang harmonis dengan keluarga kita, kita perlu selalu berprasangka baik terhadap mereka. Dengan memiliki prasangka yang baik, kita dapat membangun rasa percaya dan saling menghormati dalam Aku Sesuai Prasangka Hambaku adalah sebuah hadits yang penting dalam Islam. Hadits ini mengajarkan kita untuk selalu mempunyai prasangka baik terhadap sesama muslim. Dalam kehidupan sehari-hari, prasangka baik sangat penting dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain dan mengaplikasikan hadits ini, kita perlu selalu berusaha untuk memiliki prasangka yang baik terhadap orang lain. Dengan memiliki prasangka yang baik, kita dapat meredakan perasaan cemburu, iri hati, atau bahkan sikap benci terhadap sesama muslim. Kita juga dapat membangun hubungan yang harmonis dengan orang lain dan DescriptionHadits Aku Sesuai Prasangka Hambaku mengajarkan pentingnya prasangka baik dalam Islam. Baca artikel ini untuk mengetahui makna hadits ini dan aplikasinya dalam kehidupan Keywordshadits aku sesuai prasangka hambaku, prasangka baik, Islam, hubungan harmonis, keluargaRelated video of Hadits Aku Sesuai Prasangka Hambaku Membahas Pentingnya Prasangka Baik dalam Islam
ilustrasi. sumber Di dalam sebuah hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Aku Allah Ta’ala di sisi prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika dia berdoa kepada-Ku.” Hr Imam at-Tirmidzi Rahimahullah Oleh para Ustadz Motivator, hadits agung ini disiarkan dengan makna yang salah kaprah. Dengan kepercayaan diri yang meninggi, mereka berkata, “Pikirkan yang baik-baik. Bayangkan semua yang kita inginkan. Bermimpilah sebanyak mungkin. Karena Allah Ta’ala sesuai dengan prasangka kita.” Tanpa malu-malu, Ustadz Motivator itu melanjutkan, “Jadi, jika kita bermimpi mendapatkan 100 juta dalam sebulan, maka Allah Ta’ala akan sesuai dengan prasangka tersebut. Sebaliknya, saat kita hanya berniat mendapatkan 10 juta sebulan, Allah Ta’ala pun akan memberikan sebagaimana kita impikan.” Padahal, maknanya bukan demikian. “Agar kita tak memahaminya dengan, Berprasangkalah sesuka kita, Allah Ta’ala akan patuh pada kita untuk mewujudkan prasangka itu,’” tutur Ustadz Salim A Fillah memungkasi, “Sungguh, ini tafsiran yang keliru.” Jika demikian, apakah tafsir yang lebih tepat? Apalagi, hadits ini terkait erat dengan pemahaman yang tepat tentang tauhid sebagai sesuatu yang paling utama dalam keislaman kita. “Siapa merasa dirinya kotor dan meyakini Allah Ta’ala Mahasuci,” tulis ustadz muda yang murah senyum ini, “niscaya Allah Ta’ala membersihkannya.” Makna lainnya, masih merujuk dari penjelasan penulis buku bestseller ini, “Siapa merasa dirinya pendosa dan meyakini bahwa Allah Ta’ala Maha Pengampun, niscaya Allah Ta’ala memaafkannya.” “Siapa merasa rendah di hadapan Allah Ta’ala dan meyakini Dia Mahatinggi,” lanjut dai muda asal Kota Gudeg ini, “maka Allah Ta’ala meluhurkannya.” “Siapa merasa dirinya hina dan meyakini Allah Ta’ala Mahamulia,” jelas salah satu penggagas dan pengisi tetap Majlis Jejak Nabi ini, “niscaya Allah Ta’ala meluhurkannya.” “Sapa merasa dirinya banyak aib dan meyakini bahwa Allah Ta’ala Maha Sempurna,” ujar laki-laki yang juga relawan utama Sahabat al-Aqsha dan Sahabat Suriah ini, “niscaya Allah Ta’ala akan memperindahnya.” “Siapa merasa dirinya lemah dan meyakini Allah Ta’ala Mahakuat,” bimbing penulis Lapis-Lapis Keberkahan ini, “niscaya Allah Ta’ala mengokohkannya.” “Siapa merasa dirinya bodoh dan meyakini bahwa Allah Maha Berilmu,” ajar pendakwah yang santun dalam bertutur ini, “niscaya Allah Ta’ala mengajarinya.” “Siapa merasa faqir di hadapan Allah Ta’ala dan meyakini Dia Mahakaya,” pungkas salah satu pembimbing umrah di Jejak Imani ini, “niscaya Allah Ta’ala mencukupinya.” Demikian ini, menurut beliau, sebagai pengingat bagi diri dan kaum Muslimin agar tidak mengecilkan Allah Ta’ala dengan salahnya pemahaman. Agar kita memahami kekerdilan diri, bukan membesarkan diri di hadapan Allah Ta’ala Yang Mahabesar. Wallahu a’lam. [Pirman/BersamaDakwah] Rujukan Salim A Fillah